#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Catatan Kritis Masyarakat Sipil terhadap Dokumen Program/Rencana Investasi Kehutanan (FIP)

Pada hari Senin, 10 September 2012, HuMa, debtWatch, dan Bank Information Center (BIC) menyelenggarakan workshop catatan kritis masyarakat sipil terhadap dokumen Program/Rencana Investasi Kehutanan (FIP), sebuah rencana pendanaan terkait iklim yang disusun oleh Pemerintah Indonesia bersama tiga Lembaga Keuangan Multilateral (Bank Dunia, Asian  Development Bank/ADB, dan International Finance Corporation/IFC) di bawah program internasional Climate Investment Funds (CIF) [http://climateinvestmentfunds.org/cif/].

Rencana investasi ini berpotensi membawa pengaruh serius bagi komunitas di tingkat tapak maupun pengurusan kekayaan hutan oleh pemerintah di hari ini dan di masa yang akan datang sehingga perlu dicermati dan dikawal agar tidak melanggengkan atau bahkan menambah deretan masalah kehutanan di Indonesia yang masih diwarnai oleh tingginya angka kerusakan hutan dan konflik yang banyak melibatkan masyarakat adat dan komunitas lokal.

Turut hadir dalam workshop tersebut untuk bersama-sama merumuskan catatan umum dan khusus untuk dokumen yang tebalnya mencapai lebih dari seratus halaman tersebut adalah ELAW Indonesia, AMAN, Solidaritas Perempuan, KPSHK, AKSI dan Ulu Foundation.

Catatan umum terhadap dokumen FIP yang menjadi keluaran dari workshop tersebut telah disampaikan masyarakat sipil kepada Tim FIP Indonesia pada tanggal 22 September 2012. Catatan tersebut di antaranya menyoroti permasalahan mendasar FIP yang masih mengacu bulat-bulat pada landasan hukum yang bermasalah, yakni UU Kehutanan No. 41/1999 yang belum sepenuhnya mengakui hak masyarakat adat dan komunitas lokal yang hidup di dalam kawasan hutan. Dokumen FIP juga tidak sungguh-sungguh mendorong perubahan kebijakan kehutanan secara khusus dan review berbagai kebijakan sumber daya alam lainnya yang menjadi amanat TAP MPR IX/MPR/2001.

Permasalahan mendasar lain adalah FIP tidak mengakui dan menjawab masalah ketimpangan penguasaan hutan yang didistribusikan secara sangat tidak merata dan menimbulkan ketidakadilan penguasaan yang sangat tinggi. Hingga saat ini, luas skema kehutanan untuk masyarakat masih berada di bawah angka satu juta hektar sementara distribusi sumber daya hutan untuk sektor swasta mencapai lebih dari 30 juta hektar.

Catatan-catatan umum lainnya adalah belum kuatnya dokumen FIP menjawab isu ketidakadilan gender dalam penguasaan sumber daya alam_khususnya hutan_; lemahnya fokus pada illegal logging; diabaikannya peran historis lembaga keuangan internasional sendiri dalam mendorong deforestasi di Indonesia dan kurangnya due dilligence MDB; diabaikannya pendorong ekonomi-politik akibat desentralisasi; kuatnya fokus pada pasar yang berpotensi mengarah pada jebakan pasar dan penumpukan hutang baru, dan tidak jelasnya status komentar dan masukan publik dalam dokumen final FIP yang akan diserahkan ke tingkat internasional untuk dikaji dan disetujui.

Sementara itu, submission masyarakat sipil juga menyoroti masalah-masalah spesifik dalam dokumen FIP ini, yang mencakup perbedaan standar kebijakan pengaman (safeguards) di antara masing-masing lembaga keuangan internasional dan keterpisahannya dengan safeguards nasional (PRISAI) yang tengah dikembangkan; masih problematisnya unit-unit yang menjadi fokus intervensi dalam rencana investasi, khususnya KPH terkait dengan masalah perizinan; terpenjaranya hak masyarakat adat dan komunitas lokal, termasuk hak FPIC, dengan dicantumkannya berbagai reservasi hak seperti ‘hak yang legitimate dan klaim komunitas yang valid’ dengan mengacu pada persyaratan legal-formal BAU yang tidak memberi keadilan bagi masyarakat;  belum jelasnya kepemilikan, tanggung jawab, dan akuntabilitas program; diabaikannya masalah-masalah terkait skema restorasi ekosistem; pengelolaan hutan berbasis komunitas dan resiko hutang; marketisasi melalui fokus yang tidak berimbang pada hutan rakyat dan hutan tanaman rakyat; tidak jelasnya kriteria penunjukan wilayah uji coba (pilot); serta masih kaburnya definisi berbagai istilah yang digunakan.

Submission masyarakat sipil terhadap dokumen FIP ini  diusung oleh HuMa, BIC, debtWatch Indonesia, ELAW Indonesia, AMAN, Solidaritas Perempuan, KPSHK, Forest Peoples Programme, IESR, Greenpeace, Walhi, AKSI, Ulu Foundation, Pusaka, Sawit Watch dengan catatan khusus dari Walhi mengenai kelayakan penerapan FIP di Indonesia.

Dokumen komentar lengkap dapat diunduh ditautan berikut:

Komentar dan Rekomendasi Masyarakat Sipil untuk FIP 21 September 2012

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.