#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

Kebijakan Pemberantasan Korupsi

  • Beranda
  • Kebijakan Pemberantasan Korupsi

Kebijakan antikorupsi Perkumpulan HUMA Indonesia

Hal-hal penting untuk dipahami

  • HUMA menerapkan kebijakan toleransi nol terhadap korupsi yang didefinisikan sebagai “penyalahgunaan kekuasaan yang telah diberikan, untuk keuntungan pribadi.”
  • HUMA mendorong pelaporan atas komentar dan keluhan perihal pekerjaan HUMA dan agar hal ini didiskusikan dengan staf dan manajer yang bertanggung jawab atas kegiatan. Staf HUMA berkewajiban melaporkan dugaan korupsi kepada atasan langsung mereka.
  • Ada tiga cara berbeda untuk melaporkan penyimpangan, melaporkan ke HUMA melalui surel atau surat biasa, ke saluran whistleblowing eksternal HUMA.
  • Semua laporan yang memiliki alasan yang memadai akan segera ditangani dan pelapor akan menerima konfirmasi atas laporan yang ia berikan, dalam jangka waktu yang wajar.
  • Pihak manajemen HUMA memutuskan siapa yang akan terlibat dalam menangani kasus korupsi dan langkah-langkah yang yang harus dilakukan, sesuai dengan jenis kasus dan pihak yang terlibat.
  • HUMA berkewajiban untuk melaporkan semua dugaan korupsi kepada Norad atau donor lain, jika diperlukan. Norad memiliki format khusus untuk pelaporan di situs web mereka.
  • Karena indikasi tindak korupsi dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda, maka tidak akan disusun standar rencana tindak lanjut. Tanggapan terhadap dugaan penyimpangan akan disusun sesuai dengan konteks untuk mengatasi kelemahan dan tantangan khusus yang ada di setiap kasus. Investigasi lanjutan terhadap dugaan tersebut antara lain termasuk investigasi keuangan secara mendalam atau langkah-langkah lain yang diperlukan guna mengklarifikasi situasi.
  • Jika ternyata memang ditemukan tindak korupsi, maka akan dijatuhkan sanksi yang sesuai dengan cakupan dan keseriusan pelanggaran tersebut. Nilai moneter dari pelanggaran menjadi salah satu variabel yang dipertimbangkan, selain itu, terdapat variabel-variabel lain yang juga sama pentingnya. Contohnya, HUMA akan memberlakukan sanksi yang lebih ketat pada kasus di mana telah diputuskan bahwa ditemukan unsur-unsur kesengajaan.
  • Sanksi-sanksinya adalah:
    • Menahan transfer berikutnya, penundaan atau pengehentian kemitraan.
    • Investigasi khusus akan tindak korupsi, yaitu langkah yang sering kali memerlukan bantuan pihak eksternal dan waktu yang mencukupi serta kapasitas staff HUMA dan organisasi mitra untuk menindaklanjutinya.
    • Melaporkan ke pihak berwajib, dalam hal ini pihak kepolisian nasional.
    • Jika kasus korupsi telah diinvestigasi secara semestinya dan telah didokumentasikan, HUMA akan menginformasikan perihal kasus korupsi tersebut di halaman web HUMA yang khusus didedikasikan untuk memerangi korupsi.

Kebijakan toleransi nol

HUMA menerapkan kebijakan toleransi nol terhadap korupsi. Hal ini mengimplikasikan adanya proses manajemen risiko yang memadai, baik dalam hal pencegahan, pendeteksian, investigasi dan
penindaklanjutan korupsi.

HUMA bekerja secara aktif untuk mencegah dan mendeteksi korupsi dan untuk memastikan bahwa seluruh staf HUMA mematuhi kebijakan dan prosedur yang berlaku. HUMA melakukan investigasi dan menindaklanjuti secara penuh untuk dugaan kasus korupsi dengan mempertimbangkan tingkat keparahan kasus dan juga hukum dan peraturan perundang-undangan setempat.

Saat ini korupsi telah diakui sebagai salah satu hambatan yang paling penting dalam pembangunan di banyak negara di dunia.

Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) antikorupsi menyebutkan bahwa:

“Korupsi menghancurkan institusi demokrasi, menghambat pembangunan ekonomi dan menyebabkan ketidakstabilan pemerintah. Korupsi menyerang fondasi institusi demokrasi dengan cara mengganggu proses pemilihan, menyalahgunakan aturan hukum, dan menciptakan birokrasi yang rumit yang satu-satunya alasan keberadaannya adalah meminta suap. Pembangunan ekonomi terhambat karena investasi langsung dari luar negeri tidak didukung dan bisnis kecil di dalam negeri seringkali tidak mampu menanggulangi persyaratan ‘biaya-biaya untuk memulai bisnis” akibat adanya korupsi.”

HUMA beroperasi di wilayah-wilayah di mana korupsi telah menyebarluas, menurut badan dan organisasi yang telah diakui secara internasional seperti Transparency International.

HUMA berpedoman bahwa dengan memberikan perhatian yang besar terhadap antikorupsi dan transparansi akan memperkuat reputasi dan kepercayaan donor, masyarakat umum, organisasi lain dan staf terhadap HUMA dan organisasi mitra lokal.

Definisi Korupsi

HUMA mengadopsi definisi korupsi dari Transparency International yang menyebut korupsi sebagai ”penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi”.

HUMA mengakui bahwa pada kenyataannya, definisi korupsi mungkin sangat berbeda untuk setiap wilayah yang berbeda di mana HUMA beroperasi saat ini. Apa yang dianggap sebagai korupsi di satu negara, mungkin dianggap sebagai praktik yang dapat diterima di negara lain.

Setiap orang mungkin akan setuju bahwa penyuapan, pemerasan dan praktik meminta layanan seksual sebagai ganti dari jasa yang diberikan merupakan hal yang sangat tidak etis dan harus dimasukkan sebagai tindakan korupsi. Namun demikian, pada kasus lain, seperti memberi perlakuan khusus (favoritisme) dan nepotisme mungkin dapat diterima di beberapa budaya.

Korupsi terjadi dalam berbagai bentuk. Daftar berikut hanya merupakan sebagian contoh:

  • Suap: ketika seseorang dengan tidak sepatutnya memberikan barang dan jasa atas bentuk kompensasi yang tidak sepatutnya.
  • Penggelapan: pencurian sumberdaya untuk kepentingan pribadi.
  • Pemusnahan bukti: pemusnahan, penghapusan atau penyalahgunaan dokumen dengan tidak mengikuti aturan.
  • Perlakuan khusus (favoritisme): secara tidak adil memberi perlakuan khusus terhadap seseorang atau suatu kelompok dengan mengorbankan yang lain (termasuk nepotisme yaitu memberikan perlakuan khusus terhadap keluarga).
  • Dengan sengaja mengabaikan melaporkan tindak korupsi: dengan sengaja mengabaikan atau menolak melaporkan atau mengambil tindakan atas laporan mengenai perilaku yang tidak mengikuti aturan.
  • Maladministratif: penyimpangan keuangan dalam menangani atau melaporkan transaksi keuangan atau aset-aset lainnya.
  • Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) fiktif, yang didirikan semata-mata hanya untuk menjadi sumber penghasilan bagi anggota eksekutif atau dewan pengurus.
  • Double-dipping, atau meminta atau menerima dana dari lebih dari satu donor untuk mendanai pengeluaran dari proyek yang sama, baik sebagian atau seluruhnya.
  • Penyimpangan keuangan yang tidak sesuai aturan seperti penggelembungan, duplikasi, atau faktur fiktif untuk pengadaan barang dan jasa dalam sebuah proyek.
  • Memberikan uang secara diam-diam sebagai ganti dari bantuan yang diberikan (kickback arrangements) dalam pengadaan barang atau jasa, dalam perekrutan staf proyek, atau dalam pendistribusian barang dan jasa.
  • Pemerasan berupa suap atau keuntungan-keuntungan lain (seperti layanan seksual) dari penerima manfaat agar mereka dapat dimasukkan ke dalam daftar distribusi barang dan jasa.
  • Pegawai, partisipan atau penerima manfaat fiktif yang menyebabkan penggelembungan biaya kegiatan proyek.

Bentuk lain penyalahgunaan otoritas dapat terjadi akibat pengaruh atau pembentukan LSM yang menyuarakan agenda kepentingan publik atau sektor swasta demi mendapatkan legitimasi sosial.

Faktor kunci yang membentuk risiko korupsi LSM:

Kekhususan LSM: Tidak seperti mitra pemerintah, LSM bukan subyek hukum yang berlaku untuk lembaga negara pemerintah atau mekanisme pengawasan yang serupa. LSM adalah entitas tersendiri yang tidak tunduk pada sistem pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) yang sama. Akuntabilitas atau pertanggungjawaban LSM ditegakkan melalui aturan dan prosedur internal mereka, dan karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat kesanggupan dan keefektifannya dalam mengekang potensi korupsi.

Perbedaan kapasitas: Tidak semua LSM memiliki kapasitas institusional yang kuat, padahal sistem manajemen risiko korupsi sebagian besar bergantung pada kapasitas tersebut. Kapasitas yang rendah umumnya menyebabkan tingginya kerentanan terhadap korupsi di dalam pekerjaan LSM.

Mitra dari mitra: Meskipun mayoritas donor utama LSM memiliki mekanisme yang baik untuk mencegah korupsi dalam proyek-proyek yang mereka laksanakan, harus diingat bahwa mereka
seringkali bekerja dengan pemerintahan negara mitra dengan kapasitas dan sistem yang berbeda. Beroperasi melalui mitra nasional akan mengubah perhitungan risiko, antara lain, karena adanya jarak dan lapisan tambahan dalam pembuatan keputusan dan administrasi yang mempersulit penegakan standar dan pengawasan.

Tipe operasi: Organisasi yang bertindak sebagai donor akan memiliki risiko yang berbeda dari organisasi yang melaksanakan proyek. Sama halnya dengan risiko berbeda yang terdapat di organisasi
advokasi dibandingkan dengan organisasi yang memberikan bantuan kemanusiaan atau pelayanan pendidikan. Penentuan manajemen risiko harus disesuaikan dengan jenis operasi dan proyek yang dilakukan oleh sebuah organisasi.

Kegiatan spesifik: Di tingkat yang lebih rendah, risiko korupsi yang berbeda melekat pada kegiatan operasional yang berbeda, sebagai contoh rekrutmen pegawai versus pengadaan. Tentu saja langkah-langkah pencegahan dan mitigasi akan berbeda.

Konteks operasional: Program-program di negara yang memiliki korupsi yang sistemik kemungkinan akan menghadapi risiko korupsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara di mana korupsi bukan merupakan masalah besar. Risiko yang lebih tinggi ditemukan di kondisi tertentu, antara lain dalam konteks lingkungan pasca-konflik atau di lingkungan dalam konteks darurat kemanusiaan.

Faktor-faktor di atas merupakan sumber utama risiko korupsi pada bantuan pembangunan yang disalurkan kepada dan melalui LSM. Kombinasi faktor-faktor tertentu di atas akan menimbulkan
situasi berisiko tinggi yang khusus.

Melawan korupsi

Secara umum, upaya melawan korupsi terdiri dari dua kategori intervensi: mekanisme pencegahan dan sanksi. Pencegahan merupakan hal yang mendasar, tapi tidak ada sistem yang dapat selalu mencegah korupsi, tidak peduli berapa banyak pengamanan yang diberikan. Meskipun peluang untuk korupsi (risiko korupsi) dapat ditekan, manusia selalu mencari cara yang kreatif untuk melakukan tindak korupsi.

Proses manajemen risiko terdiri dari langkah-langkah berikut;

  • Mengidentifikasi risiko/ancaman dalam mewujudkan tujuan program/proyek;
  • Mengkaji tingkat keseriusan masing-masing risiko (probabilitas dan potensi dampak jika direalisasikan);
  • Mengidentifikasi dan memprioritaskan langkah-langkah untuk mengurangi risiko tersebut; dan
  • Penerapan langkah-langkah untuk meminimalkan probabilitas atau dampak dari efek yang berbahaya.

Ketika gagasan mengenai pencegahan dan sistem pemberian sanksi telah diperluas dan disesuaikan dengan konteks pembangunan, langkah-langkah yang diperlukan, elemen dari sistem manajemen risiko korupsi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  • Langkah-langkah yang mengidentifikasi risiko korupsi;
  • Langkah-langkah yang mengurangi risiko korupsi (peluang melakukan korupsi);
  • Langkah-langkah untuk mendeteksi korupsi;
  • Respons: langkah-langkah investigasi dan sanksi untuk menangani korupsi setelah dugaan korupsi hal diketahui atau diidentifikasi dengan pasti; dan
  • Implementasi mekanisme untuk totalitas langkah-langkah yang disebutkan di atas.

Pencegahan: langkah-langkah untuk mengidentifikasi dan memitigasi risiko-risiko korupsi

Analisis risiko korupsi yang berhubungan dengan lingkungan

HUMA akan melakukan penilaian risiko korupsi sebagai bagian dari analisis situasi secara keseluruhan saat mempertimbangkan satu negara baru, sektor atau bidang fokus baru bagi implementasi program.

Baik di tingkat strategi tahun jamak atau perumusan program yang spesifik, harus dilakukan analisis untuk menilai risiko korupsi yang diasosiasikan dengan:

  • Negara, wilayah, atau tempat dimana kegiatan akan dilaksanakan, dan
  • Sektor atau kegiatan yang tengah dipertimbangkan.

Informasi perihal latar belakang yang diperlukan mungkin sudah tersedia di domain publik dalam bentuk laporan analitis oleh organisasi nasional atau internasional. Jika penilaian seperti ini tidak
tersedia untuk umum, maka merupakan investasi yang berharga untuk melakukan analisis tersebut baik secara internal, bekerja sama dengan donor lain atau mitra LSM, atau bahkan mengalih dayakan (outsource) semuanya sekalian.

Pemilihan mitra

Pemilihan mitra yang dapat diandalkan dan memiliki reputasi baik merupakan salah satu proses palingpenting untuk membatasi peluang-peluang korupsi dan untuk mencapai tujuan program. Meskipun kriteria dasar dalam pemilihan mitra HUMA adalah potensi organisasi untuk memberikan pengaruh dalam perlindungan hutan hujan dan pemajuan hak-hak masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, harus dilakukan penilaian terhadap kriteria-kriteria berikut sebelum melakukan kontrak dan mentransfer dana:

  • Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan LSM nasional (misalnya menyangkut registrasi dan pelaporan keuangan);
  • Representasi hukum LSM, bagaimana mereka ditunjuk dan tanggungjawab mereka;
  • Proses manajemen sumber daya manusia dan proses perekrutan sumber daya manusia di LSM;
  • Sistem manajemen dan akuntansi LSM, termasuk hal-hal yang rutin dilakukan untuk audit;
  • Kinerja LSM di masa lalu;
  • Kapasitas intitusional LSM dalam manajemen keuangan dan pencegahan korupsi;
  • Hubungan kontraktual LSM dengan mitra di dalam negeri (organisasi anggota, LSM sekutu, konsultan).

Jika penilaian mengindikasikan adanya kekurangan di dalam sistem, kapasitas yang tidak memadai, dan lain-lain, pembangunan kapasitas sistematis dan langkah-langkah peninjauan harus disertakan di dalam perjanjian kesepakatan. Langkah-langkah perbaikan (korektif) ini harus diterapkan baik terhadap organisasi mitra dan, jika dipandang relevan, terhadap mitra di dalam negeri (yang bukan merupakan mitra langsung HUMA namun merupakan penerima dana dari HUMA). Keberadaan dan sifat kekurangan-kekurangan yang dideteksi tersebut akan dipertimbangkan saat mengkaji berapa nilai yang sesuai untuk ditransfer.

Operasi dan kegiatan program

Setelah membuat tingkat risiko korupsi untuk konteks program secara keseluruhan, bersama dengan mitra lokal yang berpotensi, risiko-risiko yang melekat pada program atau proyek tertentu sebisa mungkin juga harus dinilai.

Hal ini merupakan aspek penilaian risiko korupsi yang sulit, karena risiko ini terkait erat dengan jenis operasi dan kegiatan yang dijalankan. Pengalaman HUMA selama 20 tahun bekerja di berbagai bentuk kegiatan dengan jenis mitra yang berbeda di berbagai negara akan berkontribusi dalam penilaian risiko, dan dalam menemukan langkah-langkah yang dapat diadaptasikan pada konteks setempat dan jenis kegiatan.

Akuisisi

Akuisisi yang dilakukan selama pelaksanaan program harus sedapat mungkin didasarkan pada kompetisi dan harus dilakukan dalam cara-cara yang menjamin prinsip transparansi, verifikasi, kesetaraan perlakuan dan prediktibilitas.

Langkah-langkah untuk mendeteksi korupsi

Pemantauan implementasi

HUMA memiliki rencana manajemen di masing-masing proyek untuk memantau dan mengatur prosedur kegiatan tertulis dan pelaporan keuangan dan menghubungkannya dengan transfer dana dari HUMA ke organisasi mitra (lihat kalender manajemen HUMA).

Pemantauan program secara teratur dianggap sebagai langkah yang paling efektif dalam memitigasi risiko korupsi selama fase pelaksanaan. Kunjungan ke lapangan merupakan hal yang sangat penting guna mendeteksi tindak korupsi. Ekspektasi bahwa dirinya akan diamati dan diperiksa berfungsi sebagai alat pencegahan yang efektif bagi individu-individu yang mungkin mempertimbangkan untuk terlibat dalam tindak korupsi. Ada banyak sekali cara untuk melakukan kunjungan pemantauan dan inspeksi. Meskipun tantangan yang paling penting adalah menemukan sumber daya dan waktu untuk melakukannya secara bersamaan, pengalaman menunjukkan bahwa kunjungan akan sangat efektif jika dilakukan oleh tim campuran yang terdiri dari spesialis keuangan dan staf program, dan jika hal ini dilakukan secara mendadak, dalam artian, perihal kunjungan ini tidak selalu diberitahukannya.

Elemen kunjungan dan pemeriksaan termasuk hal berikut:

  • Mengkaji dokumentasi yang berhubungan yang dimiliki oleh LSM;
  • Memeriksa sistem manajemen akuntansi keuangan LSM dan dokumen yang relevan yang terkait dengan persiapan dan manajemen dana proyek;
  • Mengkaji catatan-catatan proyek dan klaim yang dibayarkan oleh donor;
  • Diskusi dengan personel LSM terkait;
  • Dokumentasi tertulis dari temuan-temuan;
  • Mengawasi perencanaan proyek dan hasil-hasilnya, serta standar-standar proyek, jika memungkinkan;
  • Diskusi dengan para pemangku kepentingan/penerima manfaat yang dimaksudkan.

(Lihat Manual Proyek HUMA – Pertanyaan yang relevan ketika meninjau prosedur administrasi
dan keuangan proyek selama trip proyek)

Evaluasi dan audit

Evaluasi dan audit merupakan bentuk yang paling umum dari alat manajemen risiko ex post. Audit merupakan hal yang diwajibkan di HUMA (kecuali untuk hibah kecil). Sementara
evaluasi independen eksternal diutamakan untuk proyek-proyek dengan nilai moneter tertentu dengan frekuensi terbatas, dikarenakan tingginya biaya.

Untuk meningkatkan kualitas dan manfaat proses auditing HUMA akan:

  • Melakukan penyaringan dan mengindentifikasi auditor berkualitas yang telah teregistrasi sebagaimana mestinya, yang akan terlibat dengan LSM; dan
  • Meminta suatu audit keuangan organisasi secara menyeluruh, sebagai tambahan dari audit proyek, untuk meningkatkan kemungkinan mengidentifikasi tagihan ganda atau hal-hal yang tidak sesuai aturan lainnya. Hal ini termasuk meminta surat manajemen.

Jika dapat diterapkan, HUMA ingin juga memiliki hak untuk meminta:

  • Audit internal dari sebuah organisasi untuk disampaikan kepada auditor eksternal;
  • Audit multilevel yang melihat lapisan tambahan dalam pembuatan keputusan dan administrasi, misalnya dalam hal dana disalurkan melalui mitra dalam negeri (bukan mitra kontrak langsung
    dengan HUMA namun merupakan penerima dana dari HUMA).
  • Audit di lokasi (on-site), kunjungan lapangan dan pemeriksaan realitas, untuk mengkonfirmasi keefektifan dan efektifitas-biaya dari kegiatan-kegiatan yang didanai.

Di beberapa kasus, audit keuangan menyeluruh suatu organisasi dipandang memerlukan biaya yang terlalu tinggi untuk ditanggung oleh HUMA. Hal ini dikarenakan kompleksitas organisasi, jumlah total dana dan perbedaan dalam kalendar manajemen dan permintaan donor. Sebagai contoh sebagian besar donor tidak meminta dilakukan audit. Namun demikian, HUMA mencoba untuk mengatur audit gabungan komprehensif dengan donor lain jika dimungkinkan, dengan demikian biaya dapat ditanggung bersama dan memberikan jaminan transparansi bagi seluruh para pemangku kepentingan. Sesuai dengan kontrak, seluruh mitra HUMA berkewajiban untuk mencantumkan informasi mengenai pendanaan tambahan beserta informasi perihal donor kepada HUMA dalam anggaran tahunan mereka.

Terkait dengan evaluasi, sebaiknya dipertimbangkan bahwa evaluasi adalah sarana untuk meningkatkan potensi mitra, sebagai instrumen pembelajaran, daripada digunakan sebagai alat untuk
mendeteksi korupsi. Kuncinya adalah memastikan bahwa temuan-temuan evaluasi digunakan untuk tujuan pembelajaran institusi dan memperbaiki proses dan prosedur kerja (termasuk langkah-langkah mitigasi risiko korupsi), daripada dijadikan dasar untuk sanksi atas kesalahan dan kelalaian. Hal ini juga berlaku untuk kekurangan dan potensi perbaikan yang teridentifikasi dari audit internal dan eksternal.

Mekanisme pelaporan dan whistle-blowing

HUMA menerima laporan atas dugaan korupsi dan penyimpangan lainnya, baik dari dalam organisasi ataupun dari pihak lain. HUMA mendorong komentar dan keluhan perihal pekerjaan kami untuk dilaporkan dan didiskusikan dengan staf dan manajer yang menangani kegiatan. Laporan ini dapat ditujukan ke huma@huma.or.id.

Investigasi korupsi

Berbeda dari investigasi awal yang dapat dianggap sebagai bagian dari mekanisme whistle-blowing, investigasi korupsi khusus– umumnya adalah investigasi keuangan yang lebih dalam – membutuhkan pakar dan sumber daya yang ekstensif. Pada banyak kasus penyimpangan keuangan, dibutuhkan bantuan eksternal dan juga dana untuk mendukungnya. Investigasi seperti ini juga memerlukan banyak waktu dan kapasitas dari staf HUMA dan staf organisasi mitra untuk melakukan tindak lanjut.

Namun demikian, tidak semua tindak korupsi akan melibatkan penyimpangan keuangan di dalam proyek – misalnya kasus pengaturan suap atau pemerasan pembayaran dari penerima manfaat untuk barang dan jasa yang seharusnya diterima secara gratis, begitu juga dengan nepotisme dalam praktik perekrutan atau salah urus konflik kepentingan. Jika kasus tersebut dianggap tidak cukup serius untuk dilaporkan ke pihak berwajib (kepolisian nasional), HUMA akan meminta organisasi mitra untuk menyusun prosedur yang jelas dan transparan untuk menyelidiki masalah tersebut secara internal.

Pertimbangan utama adalah temuan dugaan korupsi ini telah diinvestigasi dengan memadai dan jika terdapat bukti-bukti yang cukup, dijatuhkannya sanksi. Kualitas proses investigasi, baik
kompetensi/kesaksamaan dan persepsi keadilan, menentukan penerapan sanksi yang sesuai, yang akan berdampak pada kredibilitas dan efek jera dari sistem pemberian sanksi.

Sanksi

Jika korupsi memang terdeteksi, harus diberikan sanksi yang proporsional dengan cakupan dan tingkat keseriusan pelanggaran tersebut. Meskipun nilai moneter dari pelanggaran tersebut merupakan salah satu variabel yang dapat dipertimbangkan, ada juga variabel-variabel lain yang penting. Sebagai contoh, HUMA akan menerapkan sanksi yang lebih ketat dalam kasus dimana sudah diputuskan bahwa ada upaya dengan sengaja untuk menggelapkan uang (kebalikan dari, misalnya, perbuatan oportunistis yang dilakukan satu kali dan dimungkinkan karena adanya kelemahan dalam sistem pengawasan).

Dalam kasus dimana ada keterlambatan dalam pelaporan keuangan atau ketika dicurigai ada korupsi, HUMA memiliki serangkaian sanksi termasuk menahan transfer berikutnya, penundaan atau
pemutusan kemitraan.

Kesesuaian konteks

Di luar investigasi dan sanksi, dan tanpa berprasangka terhadap yang di atas, respons terhadap korupsi harus ditempatkan sesuai konteks untuk menentukan dan melaksanakan tindak lanjut yang paling tepat terhadap penyebab dan konsekuensi dari kasus korupsi tersebut. Pandangan utama dari kesesuaian dengan konteks ini adalah memperkuat organisasi mitra dan memastikan keberlanjutannya, jika sifat dan keseriusan kasus korupsi tersebut mendukung pendekatan konstruktif seperti ini. Karena korupsi bisa terjadi dalam bentuk yang berbeda-beda, tidak akan dibuat standardisasi tindak lanjut, karena standardisasi harus menjawab kelemahan dan tantangan khusus yang ada di masing-masing kasus korupsi. HUMA akan mencari dukungan dan saran yang tepat, baik dari narasumber internal dan eksternal di setiap kasus korupsi, jika diperlukan.

Transparansi: informasi dan publikasi kasus korupsi

Ketika kasus korupsi telah diinvestigasi sebagaimana mestinya, didokumentasikan, dan donor HUMA telah menangani kasus, HUMA akan menginformasikan perihal kasus korupsi ini di halaman web yang didedikasikan untuk memerangi korupsi. Informasi yang dipublikasikan termasuk nama organisasi mitra tempat dimana korupsi terjadi, bentuk korupsi, jumlahnya, dan jika tersedia, langkah-langkah yang dilakukan oleh HUMA dan mungkin juga organisasi mitra. Tidak akan ada publikasi nama individu.

Kode Etik

Sebagai tambahan dari pelatihan dan cara-cara lain untuk meningkatkan kesadaran, pegawai HUMA juga akan diberikan pengetahuan mengenai Kebijakan Antikorupsi ini beserta tanggung jawab yang diberikan kepada seluruh pegawai HUMA yang menandatangani kode etik. Seluruh pegawai harus menyatakan bahwa mereka telah mengetahui dan kepatuhan terhadap kode etik ini secara tertulis.

Manajer harus memimpin dengan memberikan contoh upaya mencegah dan menghindari korupsi. Seluruh pegawai memiliki tugas untuk melaporkan kasus dugaan korupsi, dengan mengikuti prosedur yang berlaku.