#hukumuntukrakyat

Ikuti Kami

8 Hari di Dubai, Menuju Masa Depan Iklim

Dubai, terkenal sebagai salah satu pusat bisnis terbesar di semenanjung Arab. Tahun 2023 ini mereka menjadi Tuan Rumah atas hajatan besar tentang Masa Depan Iklim yang dilakukan setiap tahun, yaitu COP 28. COP 28 merupakan COP pertama saya dan saya cukup takjub dengan bagaimana situasi dan proses dalam ajang COP selama 8 hari sejak tanggal 1 Desember 2023.

COP tidak hanya sebagai pusat komunikasi negara maju dan berkembang dalam argumentasi perjuangan nilai adaptasi dan mitigasi iklim, melainkan banyak peluang, kesempatan serta pertukaran pengetahuan/informasi tentang berbagi hal berkenaan dengan perubahan iklim. Hajatan tahunan pembahasan iklim inilah yang akan menentukan bagaimana masa depan iklim dunia akan mengarah.

Beberapa hal yang saya catat sebagai proses-proses penting dalam COP 28 dengan keragaman isu, saya memilih beberapa isu yang relevan dengan pendekatan kerja-kerja HuMa, terdiri dari :

 

  • Elevating Local Knowledge as Major Resource to Strengthen Climate Change Adaptation

Pengetahuan tradisional berbasis nilai-nilai kearifan lokal merupakan salah satu hal penting dalam upaya Adaptasi oleh Masyarakat Hukum Adat untuk menghadapi Perubahan Iklim. Nilai-nilai kearifan lokal yang diusung oleh HuMa ditangkap oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai salah satu hal penting, sehingga isu ini diangkat dan dipaparkan kepada khalayak luas dalam Paviliun Indonesia di COP 28. Dalam kesempatan ini, saya berkesempatan memaparkan beberapa nilai penting kearifan lokal yang disusun menjadi pengetahuan tradisional.

Kesatu, pengetahuan lokal dalam pengelolaan hutan (gilir-balik) yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan dan daya dukung tanah. Mayoritas MHA di Pulau Kalimantan telah melakukan pengelolaan ini secara bertahun-tahun dan hingga saat ini masih dilakukan. Kesuburan dan daya dukung tanah merupakan elemen terpenting menjaga keseimbangan lingkungan yang berpengaruh pada keseimbangan iklim juga.

 Kedua, pengetahuan lokal tentang kalender musim tanam di MHA Aceh atau disebut Keneunong. Keneunong merupakan perhitungan tradisional untuk kalender musim yang digunakan dalam menentukan awal mulai tanam dan menentukan agenda kegiatan MHA di Aceh. Kalender musim ini yang perlu tetap dijaga secara konsep karena berdampak kepada mekanisme MHA dalam melakukan upaya Adaptasi terhadap Perubahan Iklim.

 

  • Local Communities and Indigenous Platform (Youth Participation)

Sejak 2019, HuMa telah tergabung dalam Platform bagi Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat Lokal (Local Communities and Indigenous People) Platform. Di tahun 2022, HuMa bersama dengan KLHK menjadi bagian dalam inisiasi Youth Forum dalam LCIPP bersama AIPP di Asia. LCIPP menjadi salah satu pintu masuk HuMa dalam menyuarakan kedudukan yang sama bagi Pemudi-Pemuda Adat/Lokal untuk mendapatkan kesempatan yang sama di proses pengambilan keputusan atau kebijakan.

Dalam Forum COP 28 ini, perkembangan diskusi telah masuk untuk pembahasan mekanisme dukungan yang dapat diberikan oleh Forum Working Group (FWG) LCIPP. Saya berkesempatan hadir bersama dengan rekan Delegasi RI (DELRI) untuk menyampaikan suatu usulan yang kami sebut dengan “Crowd Legislation Mechanism” .

Crowd Legislation Mechanism merupakan salah satu mekanisme yang memberikan kesempatan pemudi-pemuda adat/lokal dalam menyampaikan gagasan dalam proses penyusunan, partisipasi dan penerbitan dari suatu produk hukum atau kebijakan. Mekanisme ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu mekanisme luar jaringan dan mekanisme dalam jaringan. Mekanisme luar jaringan, menjajaki pertemuan-pertemuan untuk menjangkau Kawasan/wilayah yang terbatas dengan jaringan internet. Mekanisme dalam jaringan, dilakukan untuk mengumpulkan dan pertentangan gagasan kedalam suatu website yang terpublikasi secara nasional sehingga mampu dilihat oleh khalayak luas.

Proses menyuarakan dan menyertakan Crowd Legislation Mechanism akan dimasukkan dalam pembahasan lanjutan FWG LCIPP yang akan diselenggarakan pada Bulan Juni 2024 di Bonn. Beberapa rekan dari Asia juga memberikan dukungan dalam konsep yang diusung sebagai salah satu elemen untuk dapat menjadi pertimbangan bagi para pihak dalam FWG LCIPP atau pihak dalam COP kedepan.

Catatan menarik dalam diskusi dan bisa menjadi bahan replikasi di Indonesia adalah dengan keberadaan atau pembentukan National Youth Committee (NYC) oleh Filipina. NYC menjadi wadah sekaligus penyelenggara forum dalam implementasi partisipasi pemudi-pemuda adat/lokal.

 

  • Intiative to Planning the National Biodiversity Strategies and Action Plan (NBSAP)

 

Dalam salah satu Pavilion yaitu Pavilion IUCN (International Union for Conservation of Nature) , kami belajar banyak dari dokumen-dokumen Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF). Sebelumnya, HuMa menghadiri Subsidiary Body COP CBD yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss. HuMa memiliki fokus pada 2 (dua) hal, yaitu : 1) Artikel 8J KM-GBF tentang Pengetahuan Tradisional dan dan 2) Penyusunan NBSAP untuk Indonesia.

Kesatu, Artikel 8J KM-GBF mendorong para pihak untuk meratifikasi GBF ini peraturan perundang-undangan nasional, menghormati, melestarikan dan memelihara pengetahuan, inovasi dan praktik masyarakat adat dan lokal yang mewujudkan gaya hidup tradisional yang relevan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dan mendorong penerapannya secara lebih luas dengan persetujuan dan keterlibatan pemilik pengetahuan tersebut, inovasi dan praktik serta mendorong pembagian manfaat yang adil dari pemanfaatan inovasi dan praktik pengetahuan tersebut.

Pada bulan September 2020, Local Biodiversity Outlooks 2 (LBO-2) diluncurkan yang merupakan penelitian dan analisis kolaboratif penting yang menampilkan kontribusi lebih dari 50 penulis dan komunitas adat/lokal yang memiliki kesadaran untuk menjaga dan meningkatkan keanekaragaman hayati dan budaya serta menguraikan perspektif masyarakat adat dan lokal mengenai perubahan transformasional yang diperlukan untuk mewujudkan visi dunia yang hidup selaras dengan alam.

Kedua, inisiasi dalam pembahasan untuk pengetahuan tradisional dengan nilai-nilai kearifan lokal menjadi fokus dan pembahasan dalam penyusunan Naskah NBSAP. NBSAP sendiri sedang dalam inisiasi proses untuk dibahas di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). NBSAP diagendakan untuk dibahas untuk tidak meninggalkan nilai keadilan iklim.

 

  • Rainforest Alliance Network (Road To COP 30 – Brazil)

 Di sela-sela COP 28, HuMa bersama WALHI, Econusa, Madani dan beberapa organisasi lain diundang oleh Rainforest Alliance Network untuk menyampaikan cerita-cerita kerja lapangan yang sudah dilakukan dalam upaya perlindungan hutan. Upaya perlindungan hutan hujan tropis yang dilakukan, dibagikan dan menjadi cerita-cerita baik bagi banyak organisasi atau komunitas di 2 (dua) negara lain yaitu Kongo dan Brazil.

Oleh karena hal tersebut, dalam pertemuan tercetus usulan-usulan yang akan diagendakan sebagai “Rangkaian Cerita Baik dan Pengalaman Kerja dalam Upaya Perlindungan Hutan Hujan” yang disusun oleh 3 (tiga) negara untuk dibawa dan ditampilkan dalam COP 30 yang akan diselenggarakan di Brazil.

Upaya-upaya kolaborasi antar 3 (tiga) negara menjadi suatu usulan bagus dengan beberapa dukungan kolaborasi, baik dalam bentuk crowdfund atau studi banding dari masing-masing negara. Sekaligus, jaringan ini bisa menyampaikan usulan atau poin yang akan disampaikan oleh Parties sebagai perwakilan negara untuk memberikan dampak bagi perkembangan pembahasan berbagai isu perubahan iklim.

 

  • Just Energy Transition and Partnership (JET-P) and Phasing Out Fossil Fuel

Isu ini merupakan isu yang paling banyak dan ramai diperbincangkan oleh semua pihak yang hadir maupun terlibat dalam COP 28 Dubai. Sampai pada hari terakhir pelaksanaan, belum ada perubahan yang berarti dari kesepakatan yang dibangun oleh para pihak dalam COP 28. Cukup terlihat seperti kepentingan industri bahan bakar fosil masih mendominasi (termasuk tuan rumah UAE), sehingga kesepakatan yang tercapai penuh dengan celah dan kekurangan.

Padahal, banyak aksi telah menyerukan hal ini menjadi langkah yang menandai berakhirnya era bahan bakar fosil, dan masih terdapat ruang pembahasan untuk bertransisi ke energi terbarukan dan efisiensi energi. Sayangnya aspirasi global ini tidak didengarkan.

Pada teks draf global stocktake, seluruh delegasi negara sepakat untuk menaikkan target pemanfaatan energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan melipatgandakan laju efisiensi energi pada 2030, melibatkan secara komprehensif kelompok rentan termasuk di dalamnya masyarakat hukum adat, masyarakat terdampak, penyandang disabilitas dalam proses transisi yang berkeadilan, serta mencapai emisi nol bersih di 2050.

 

Rekomendasi

  • HuMa diminta untuk melakukan pengawalan proses baik di tingkat lokal, nasional dan regional dalam rangka untuk memperkuat dan memperluas jangkauan tentang makna pengetahuan tradisional dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam rangka implementasi Artikel 8J KM-GBF . Adapun langkah di masing-masing tingkat adalah sebagai berikut : 
  1. Lokal à Melanjutkan upaya-upaya identifikasi dan validasi melalui proses riset aksi dan permohonan persetujuan diawal tanpa paksaan (PADIATAPA) kepada komunitas adat/lokal dalam rangka memberikan penghargaan yang layak bagi mereka.
  1. Nasional à Mendorong inisiatif untuk Penyusunan National Biodiversity Strategy and Action Plan (NBSAP) sebagai basis untuk menindaklanjuti mandat dalam Artikel 8J KM-GBF dengan langkah penerbitan regulasi hasil ratifikasi.
  1. Regional à Mendorong kerja-kerja kolaboratif dan pertukaran pengetahuan/informasi antara negara-negara ASEAN atau ASIA dalam upaya mendapatkan cerita-cerita positif kerja-kerja di negara/komunitas lain.
  • HuMa diminta untuk melakukan pengawalan isu-isu yang berkenaan dengan hasil-hasil COP 28 Dubai dengan Pemerintah dan Akademisi. Hal ini menjadi penting terkait dengan upaya untuk menyelaraskan dan membumikan konsep -konsep keadilan iklim sebagai kampanye positif untuk mengawal kebijakan dan tindakan-tindakan Pemerintah Indonesia dalam isu perubahan iklim.
  • RFN diminta untuk menghubungkan jaringan-jaringan internasional baik di tingkat regional (Asia, Amerika Latin, Afrika) untuk mensinergiskan upaya-upaya yang dilakukan oleh HuMa dengan Koalisi Keadilan Iklim yang bersama-sama terlibat dalam isu perubahan iklim.

 

0 Komentar

Loading...

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Form bertanda * harus diisi.